Beranda | Artikel
Manhajus Salikin: Syarat Shalat, Berniat
Kamis, 31 Januari 2019

 

Di antara syarat shalat yang perlu diperhatikan lagi adalah berniat. Inilah yang dijelaskan dalam kitab Manhajus Salikin kali ini melanjutkan bahasan kitab shalat, syarat shalat.

 

# Fikih Manhajus Salikin karya Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di

Kitab Shalat

 

Kata Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah dalam Manhajus Salikin,

وَمِنْ شُرُوْطِهَا النِّيَّةُ

“Dan di antara syarat shalat adalah niat.”

 

Pembicaraan Niat dalam Hadits

 

Niat adalah syarat sah dari seluruh ibadah. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari hadits Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu,

إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907)

 

Niat Masuk dalam Syarat ataukah Rukun Shalat?

 

Menurut Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili, niat itu merupakan syarat shalat dalam madzhab Hanafiyah, Hambali, begitu pula dalam madzhab Malikiyah yang paling kuat. Sedangkan dalam madzhab Syafi’iyah dan sebagian Malikiyah berpendapat bahwa niat itu masuk dalam rukun shalat atau fardhu shalat karena niat itu wajib ada di awal shalat, tidak pada seluruh shalat, sehingga masuk dalam rukun shalat sebagaimana takbir dan ruku’. Lihat Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, 1:660.

 

Niat dan Ikhlas

 

Niat itu wajib ada dalam shalat dengan sepakat para ulama untuk membedakan satu ibadah dengan adat (kebiasaan), lantas shalat tersebut dikerjakan ikhlas karena mengharapkan ridha Allah. Karena shalat adalah ibadah, dan ibadah hanya boleh ditujukan kepada Allah semata sebagaiman firman-Nya,

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.” (QS. Al-Bayyinah: 5). Lihat bahasan dalam Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, 1:660.

 

Syarat Niat dan Caranya

 

Syarat niat adalah Islam, tamyiz (bisa membedakan baik dan buruk), dan berilmu atas apa yang diniatkan.

Letak niat disarankan adalah ketika akan melakukan takbiratul ihram. Hal ini dilakukan supaya terlepas dari khilaf (perbedaan pendapat) di antara para ulama. Yang tepat, tidak mengakhirkan niat dari takbiratul ihram.

Letak niat adalah di dalam hati menurut kesepakatan para ulama. Menurut jumhur ulama selain Malikiyyah dianjurkan untuk melafazhkan niat. Dalam madzhab Syafi’i, niat itu letaknya dalam hati, namun disunnahkan untuk diucapkan dekat dengan takbiratul ihram. Dalam madzhab Hambali, letak niat juga dalam hati, sedangkan di lisan itu disunnahkan. Bahasan ini disarikan dari Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, 1:665, 667.

 

Letak Niat yang Tepat

 

Yang tepat, letak niat adalah dalam hati. Hakikat niat adalah bertekad melakukan sesuatu. Niat dilakukan pada awal ibadah atau dekat sebelum ibadah dimulai. Ini disebutkan dalam Syarh Manhaj AsSalikin, hlm. 82.

Disebutkan oleh Syaikh Az-Zauman bahwa niat adalah bertekad melakukan suatu ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Maka kita berniat melakukan shalat yang akan dikerjakan baik shalat fardhu maupun shalat sunnah, namun tidak perlu dilafazhkan. Lihat Ghayah Al-Muqtashidin Syarh Manhaj As-Salikin, 1:191.

Syaikh Az-Zauman juga menjelaskan bahwa berniat itu sangat mudah. Cukup seseorang mengetahui bahwa ia akan melakukan suatu ibadah, berarti ia telah berniat. Siapa saja yang telah bertekad (ber-azam) melakukan sesuatu, maka ia sudah disebut berniat. Tidak mungkin ia tidak berniat. … Niat itu adalah sesuatu yang lazim dilakukan dan tidak perlu sampai perlu usaha keras untuk mengucapkannya. Yang aneh adalah ketika ada perkara yang kita masih punya pilihan melakukannya, lantas kita melakukannya tanpa niat, itu suatu hal yang tidak mungkin. Lihat Ghayah Al-Muqtashidin Syarh Manhaj As-Salikin, 1:192.

Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah mengatakan,

لَوْ كَلَّفَنَا اللهُ عَمَلاً بِلاَ نِيَّةٍ لَكَانَ مِنْ تَكْلِيْفِ مَا لاَ يُطَاقُ

“Seandainya Allah membebani suatu amalan tanpa niat, maka itu sama halnya membebani sesuatu yang tidak dimampui.” (Dzamm Al-Muwaswisin, Ibnu Qudamah, hlm. 15; dinukil dari At-Ta’liqat ‘ala ‘Umdah Al-Ahkam, Syaikh As-Sa’di, hlm. 23-24).

Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

 

Tiga artikel terkait masalah niat yang wajib dipelajari:

Umdatul Ahkam: Niat itu Penting

 

Hadits Arbain #01: Setiap Amalan Tergantung pada Niat

 

Faedah Fikih dari Hadits Niat

Referensi:

  1. Ad-Dalil ‘ala Manhaj As-Salikin wa Tawdhih Al-Fiqh fi Ad-Diin.Abu ‘Umar ‘Abdullah bin Za’el Al-‘Anzi. Taqdim: Dr. Khalid bin ‘Ali Al-Musyaiqih. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
  2. Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu. Cetakan ke-34, Tahun 1435 H. Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili Penerbit Darul Fikr.
  3. At-Ta’liqat ‘ala ‘Umdah Al-Ahkam. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di. Penerbit Dar ‘Alam Al-Fawaid.
  4. Ghayah Al-Muqtashidin Syarh Manhaj As-Salikin. Cetakan pertama, Tahun 1434 H. Abu ‘Abdirrahman Ahmad bin ‘Abdurrahman Az-Zauman. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
  5. Mulakhash Fiqh Al-‘ I’dad: Al-Qism Al-‘Ilmi bi Muassasah Ad-Durar As-Saniyyah.
  6. Syarh Manhaj AsSalikin. Cetakan kedua, Tahun 1435 H. Dr. Sulaiman bin ‘Abdillah Al-Qushair. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj.

Selesai disusun di Dasinem Pogung Dalangan, Kamis Sore, 25 Jumadal Ula 1440 H (31 Januari 2019)

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com


Artikel asli: https://rumaysho.com/19457-manhajus-salikin-syarat-shalat-berniat.html